Minggu, 11 Juni 2017

Tugas 3.1 Pengungkapan, Pengungkapan Sukarela dan Pengungkapan Wajib (Mandatory)


Tugas 3.1 Pengungkapan, Pengungkapan Sukarela dan Pengungkapan Wajib (Mandatory)
Nama            :   Melni Septiani S
NPM              :   25213440
Kelas            :  4EB24

A.    Pengertian Pengungkapan  
            Pengungkapan informasi yang diberikan oleh perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai keadaan perusahaan. Didalam pengungkapan semua informasi harus diungkapkan termasuk informasi kuantitatif (seperti komponen persediaan dalam nilai mata uang), dan komponen kualitatif (seperti tuntutan hukum) ,bahkan menurut SEC setiap kejadian yang terjadi dengan tiba-tiba yang dapat mempengaruhi posisi keuangan harus diungkkapkan secara khusus (GAAP,1998:42) untuk membantu para pengguna laporan tahunan. Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu:
1.     Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
            Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.
            Menurut PSAK nomor 1 Ayat 74, informasi mengenai manajemen dan shareholders yang meliputi susunan nama anggota direksi dan komisaris merupakan mandatory disclosure (pengungakapan wajib). Begitu pula halnya dengan latar belakang perusahaan yang meliputi tujuan perusahaan dan bidang usaha utama perusahaan (ruang lingkup) merupakan mandatory disclosure (pengungkapan wajib). Apabila sebuah perusahaan memberikan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) secara sekaligus, berarti perusahaan tersebut memberikan pengungkapan secara penuh (full disclosure). Pengungkapan penuh (full disclosure) harus mengungkapkan :
a.        Prinsip pengungkapan penuh, yaitu peningkatan persyaratan pelaporan dan pengungkapan diferensial.
b.       Catatan atas laporan keuangan, mengenai kebijakan akuntansi dan catatan- catatan umum.
c.        Masalah pengungkapan, yang terdiri dari pengungkapan transaksi atau peristiwa khusus, peristiwa selain tanggal neraca, perusahaan yang terdiversifikasi, dan laporan intern.
d.       Laporan auditor dan manajemen.
e.        Masalah pelaporan masa berjalan, yaitu pelaporan tentang penjualan dan proyeksi, pelaporan keuangan melalui internet untuk pilihan akuntansi dan pelaporan.
Full disclosure principle  mengharuskan pengungkapan semua keadaan  dan kejadian yang membuat suatu perbedaan pada pengguna laporan ”(Weygandt, Kieso &Kimmel, 199,p.526). Pada kenyataannnya banyak  perusahaan berusaha membatasi tingkat pengungkapan dari laporan tahunan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan manajeman akan adanya free riding , dimana  adanya pihak tertentu yang memanfaatkan informasi yang potensial untuk tujuan kurang baik bagi perusahaan yang bersangkutan lagi pula bila dilihat dari sisi biaya , penyediaan informasi tambahan memerlukan biaya yang tidak sedikit , dan biasanya keuntungan dari adanya informasi itu sendiri lebih rendah dari biaya yang dibutuhkan, sebaliknya pembatasan tingkat pengungkapan dapat menyebabakan asimetri informasi, dimana salah satu pihak dalam hal ini manajemen perusahaan memiliki informasi lebih banyak dari pihak  lain.  Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan batasan-batasan tingkat pengungkapan suatu perusahaan tidaklah mudah.

2.     Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang tidak diwajibkan oleh  Bapepam, dengan kata lain pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
a.       Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
b.      Fair disclosure (pengungkapan wajar)
c.       Full disclosure (pengungkapan penuh)
Menurut Alan Levinsohn (2001), pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dibagi mejadi 5 kategori, yaitu :
1.   Data bisnis, Meliputi operasi operasi dan pengukuran kinerja level atas
2.  Analisis manajemen mengenai data bisnis, Meliputi alasan-alasan perubahan pada operasi perubahan serta mencantumkan data yang terkait serta dampak trend bisnis pada perusahaan
3.   Forward looking information, Meliputi peluang, resiko dan termasuk rencana-rencana manajemen
4.  Informasi mengenai manajemen dan shareholders, Meliputi informasi mengenai direktur, manajemen, dan pemegang saham
5. Latar belakang perusahaan,Meliputi tujuan perusahaan dan ruang lingkup perusahaan.
Purnomosidhi (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan suatu framework untuk kepentingan pengungkapan sukarela berdasarkan informasi  yang dibutuhkan investor yang didasari oleh Laporan Jenkin (AICPA 1994), yaitu :
a.       Data keuangan dan non keuangan
b.      Analisis data keuangan dan non keuangan
c.       Informasi yang berorientasi pada masa depan
d.         Informasi tentang manajer dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan
e.       Latar belakang perusahaan
f.        Dimensi modal intelektual
Special commite on financial reporting (AICPA), mengindikasikan  bahwa para pemakai mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda, dan tidak semua perusahaan harus melaporkan seluruh unsur informasi. Untuk itu untuk memenuhi kebutuhan pemakai yang berubah-ubah, pelaporan harus :
1.      Menyediakan informasi yang lebih mengacu kemasa depan tentang perencanaan, peluang/kesempatan, resiko dan ketidak pastiaan.
2.      Memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang menciptakan nilai yang bersifat jangka panjang, termasuk ukuran nonkeuangan yang menunjukkan bagaimana proses bisnis kunci berjalan.
3.      Menyesuaikan dengan lebih baik antara informasi yang dilaporkan untuk pihak eksternal dengan informasi yang dilaporkan secara internal.

B.    Pengukuran Tingkat Pengungkapan
Pengukuran tingkat pengungkapan menggunakan indeks pengungkapan. Penelitian terdahulu yang menggunakan indeks pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan perusahaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan ini dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti atau dikembangkan lembaga tertentu. Dari beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pengungkapan wajib menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan, sedangkan penelitian tentang pengungkapan sukarela terbagi menjadi dua kelompok yaitu, menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan.

1.     Kualitas Laba
Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin,2003) dalam Sekar (2004), sedangkan Ayres (1994) menyatakan bahwa laba akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterprestasikan dan dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan. Conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator (Q-score) untuk menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan earnings Response Coefficient (ERC) merupakan ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian dipasar modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar terhadap informasi laba digunakan ERC.
Beberapa peneliti telah mengukur kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Teoh dan Wong (1993), Fan dan Wong (2003), Choi dan Jeter (1990) dan Warfield et al (1998). Lev (1989), Bandyopadhyay (1994), Sekar (2004), Agung (2005), Gideon (2005), menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas earnings perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.ERC dari setiap sekuritas berbeda-beda besarannya karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ERC. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi ERC seperti persistensi laba (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijweski,1989), risiko sistematis (Collins dan Kothari ,1989), pertumbuhan perusahaan (Collins dan Kothari ,1989), struktur modal (Dhaliwal et al ,1991; Biddle dan Seow ,1991; Kim et al,2000) , besaran perusahaan (Easton dan Zmijweski,1989; Chaney dan Jeter,1991; Baginski,1999) .

Sumber :
1.       Murni, Siti Aisah, 2004. Pengaruh Luas Pengungkapan Sukarela Dan Asimetri Informasi terhadap cost of capital pada perusahaan publik di indonesia. Jurnal Riset  Akuntansi di indonesia , Vol 7 no 2
2.       Kieso, Donald. E., Weygant, J.2005, Akuntansi Intermediate, Edisi Sebelas , Jilid III, Erlangga, Jakarta
3.       Parnomosidi, Bambang , 2006. Praktik Pengungkapan Modal Intelektual Pada Perusahaan Publik Di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,  Vol 9 no 1
4.       Anggraini, Vita, 2007. “ Pengaruh Tingkat Disclosure dan Nilai Pasar Ekuitas Terhadap Biaya Ekuitas”, Skripsi, Universitas  Kristen  Petra, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar