Minggu, 11 Juni 2017

Tugas 3.4 Pengungkapan Tata Kelola Perusahaan GCG (Good Corporate Governance)


Tugas 3.4 Pengungkapan Tata Kelola Perusahaan GCG (Good Corporate Governance)
Nama              :   Melni Septiani S
NPM                25213440
Kelas               :  4EB24


Good Corporate Governance 
A.    Good Corporate Governance     
Tatakelola perusahaan yang baik atau good corporate governance selanjutnya disingkat dengan GCG adalah proses untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabiltas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemilik Modal/RPB dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan berlandaskan peraturan dan nilai etika. Stakeholders perusahaan antara lain pemilik, kreditor, pemasok, asosiasi usaha, karyawan, pelanggan, pemerintah dan masyarakat luas. Konsep GCG di Indonesia dapat diartikan sebagai konsep pengelolaan perusahaan yang baik. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan trasnparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.
Penerapan prinsip GCG dalam dunia usaha saat ini merupakan suatu tuntutan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat tetap eksis dalam persaingan global. Penerapan GCG dalam suatu perusahaan sendiri mempunyai tujuan-tujuan strategis. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
  2.  Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien.
  3. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder perusahaan.
  4. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khususnya perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
  5. Meningkatkan investasi nasional; dan
  6. Mensukseskan program privat-isasi perusahaan-perusahaan pemerintah.
Adapun Prinsip-prinsip good corporate governance dalam hal ini meliputi:
  • Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
  • Kemandirian (Independecy), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
  • Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
  • Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat
  • Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.

B.     JURNAL YANG BERKAITAN




sumber :
1.                          http://prasko17.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-tujuan-prinsip good.html
2.                          http://www.perumnas.co.id/good-corporate-governance/
3.                          http://www.tsm.ac.id/JBA/5_artikel_JBA12.1April2010.asp
4.                          http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/index.php/aku/article/view/17083/17036
5.                          http://www.e-jurnal.com/2017/01/pengaruh-penerapan-good-corporate_46.html

Tugas 3.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)


Tugas 3.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility)
Nama              :   Melni Septiani S
NPM                25213440
Kelas               :  4EB24

Corporate Social Responsibility


A.      Pengertian Corporate Social Responsibility
CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.
CSR merupakan konsep yang terus berkembang. Ia belum memiliki sebuah definisi standard maupun seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Secara konseptual, CSR juga bersinggungan dan bahkan sering dipertukarkan dengan frasa lain, seperti corporate responsibility, corporate sustainability, corporate accountability, corporate citizenship dan corporate stewardship.
Menurut Boone dan Kurtz pengertian tanggung jawab sosial secara umum adalah dukungan manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan dan kesejahteraan masyarakat secara setara dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. B. Tamam Achda mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung jawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta terus menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Substansi keberadaan CSR adalah memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat di sekitarnya. Ada enam kecenderungan utama yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin, posisi negara yang semakin berjarak kepada rakyatnya, semakin mengemukanya arti kesinambungan, semakin gencarnya sorotan kritis dan resistensi dari publik yang terkadang bersifat anti-perusahaan, tren ke arah transparansi, harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan manusiawi.
Lantos menggunakan klasifikasi Carrol sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR pada perusahaan yaitu:
1.      Tanggung Jawab Ekonomi
Tanggung jawab ekonomi artinya bahwa tetap menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan pekerjaan yang bagus bagi para pekerjanya, dan menghasilkan produk yang berkualitas bagi pelanggannya.
2.      Tanggung Jawab Hukum
Setiap tindakan perusahaan harus mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan
3.      Tanggung Jawab Etik
Menjalankan bisnis dengan moral, mengerjakan apa yang benar, apa yang dilakukan harus fair dan tidak menimbulkan kerusakan
4.      Tanggung Jawab Filantropis
Memberikan kontribusi secara sukarela kepada masyarakat, memberikan waktu, dan uang untuk pekerjaan yang baik.

B.      JURNAL YANG BERKAITAN


Nama Jurnal
Jurnal Manajemen Keuangan
Judul Jurnal
Pengaruh Corporate social responsibility terhadap persepsi Financial performance dengan cutomer satisfaction sebagai variabel mediasi pada jasa perbankan di Indonesia
Nama Penulis
Farah Margaretha dan rara ajeng pambudi
Tahun jurnal
2014
Volume, halaman
Volume 3 nomor 2
Variabel
Social responsibility service, customer satisfaction dan persepsi financial performance
Metode penelitian
Seluruh variabel diukur dengan skala likert
Tujuan penelitian
1.      Untuk mengetahui pengaruh dari corporate social responsibility terhadap customer satisfaction
2.      Untuk mengetahui pengaruh dari corporate social responsibility terhadap customer satisfaction
Hasil penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara corporate social responsibility  dengan , customer satisfaction secara langsung, adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara antara corporate social responsibility  dengan , customer satisfaction dengan financial Performance secara langsung serta adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara antara corporate social responsibility  dengan financial performance dimediasi oleh customer satisfaction




                                                                             
Nama Jurnal
Jurnal Manajemen Keuangan
Judul Jurnal
Pengaruh Corporate social responsibility terhadap persepsi Financial performance dengan cutomer satisfaction sebagai variabel mediasi pada jasa perbankan di Indonesia
Nama Penulis
Farah Margaretha dan rara ajeng pambudi
Tahun jurnal
2014
Volume, halaman
Volume 3 nomor 2
Variabel
Social responsibility service, customer satisfaction dan persepsi financial performance
Metode penelitian
Seluruh variabel diukur dengan skala likert
Tujuan penelitian
1.      Untuk mengetahui pengaruh dari corporate social responsibility terhadap customer satisfaction
2.      Untuk mengetahui pengaruh dari corporate social responsibility terhadap customer satisfaction
Hasil penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara corporate social responsibility  dengan , customer satisfaction secara langsung, adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara antara corporate social responsibility  dengan , customer satisfaction dengan financial Performance secara langsung serta adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara antara corporate social responsibility  dengan financial performance dimediasi oleh customer satisfaction




REFERENSI :

Tugas 3.2 Triple Bottom Line (Tiga Dasar Pokok)


Tugas 3.2 Triple Bottom Line (Tiga Dasar Pokok)
Nama            :   Melni Septiani S
NPM              :  25213440
Kelas            :  4EB24


A.     Teori Triple Bottom Line
Teori Triple Bottom Line sering dikaitkan dengan CSR (Corporate Social Responsibility). CSR ternyata belum memilki definisi yang tunggal. Namun, definisi CSR versi Indonesia, dari sisi etimologis CSR kerap diterjemahkan sebagai “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”. Dalam konteks lain, CSR kadang juga disebut sebagai “Tanggung Jawab Sosial korporasi” atau “Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha”. Kesadaran tentang pentingnya mempraktikan CSR ini menjadi tren global yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia, Seiring dengan UUPT pasal 74 ayat 1 dimana perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, maksudnya adalah mewajibkan perseroan yang menjalankan kegitan usahanya di bidang sumber daya alam atau perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
Menurut Lord Home dan Richard Watts (Amin,2008:22), ”CSR adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berprilaku secara etis dan berkontribusi kepada pengembangan ekonomi dengan tetap meningkatkan kualitas hidup dari para pekerja dan keluarga mereka, begitu juga halnya dengan masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan”.
World Business Council for substainable development, (Amin, 2008:23) mendefinisikan ”Corporat social responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society or larger.
“CSR adalah komitment dari bisnis / perusahaan untuk berprilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas”

1.      Konsep Triple Bottom Line
Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997, melalui bukunya Elkington memberi pandangan bawha perusahaan yang ingin berkelanjutan, haruslah memperhatikan ”3P”. Selain mengejar keuntunga (profit), perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kebutuhan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Wibisono (2007:32). Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segi tiga sebagai berikut :
Triple – Bottom Line. Elkington (Amin,2008:316)
a.       Profit, Setiap perusahaan harus menguntungkan dan kompetitif.
b.      People, Dalam kegiatan bisnis, faktor manusia adalah faktor yang sangat penting.
c.  Planet Bahwa kegiatan bisnis perusahaan harus berorientasi untuk menjaga kelestarian lingkungan, yang pada gilirannya akan menjaga kelestarian bumi kita.
Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi financial-nya saja, namunjuga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.

2.      Konsep empat dasar pendekatan social
Seperti yang diilustrasikan sebagai berikut, empat sikap (pendirian) yang dapat diambil oleh suatu organisasi berkaitan dengan kewajibannya kepada masyarakat, berkisar dari tingkatan terendah hingga tertinggi dalam praktik – praktik tanggung jawab sosial.
a.  Sikap obstruktif, pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang melibatkan tindakan seminimal mungkin dan mungkin melibatkan usaha – usaha menolak atau menutupi pelanggaran yang dilakukan.
b.  Sikap defensive, pendekatan tanggung jawab sosial yang ditandai dengan perusahaan hanya memenuhi persyaratan hukum secara minimum atas komitmennya terhadap kelompok atau individu dalam lingkungan sosialnya.
c.  Sikap akomodatif, pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan, dengan melakukannya, apabiladiminta, melebihi persyaratan hukum minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.
d.      Sikap proaktif, pendekatan tanggung jawab sosial yang diterapkan suatu perusahaan, yaitu secara aktif mencari peluang untuk menyumbang demi kesejahteraan kelompok dan individu dalam lingkungan sosialnya.

  Sumber :

Tugas 3.1 Pengungkapan, Pengungkapan Sukarela dan Pengungkapan Wajib (Mandatory)


Tugas 3.1 Pengungkapan, Pengungkapan Sukarela dan Pengungkapan Wajib (Mandatory)
Nama            :   Melni Septiani S
NPM              :   25213440
Kelas            :  4EB24

A.    Pengertian Pengungkapan  
            Pengungkapan informasi yang diberikan oleh perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai keadaan perusahaan. Didalam pengungkapan semua informasi harus diungkapkan termasuk informasi kuantitatif (seperti komponen persediaan dalam nilai mata uang), dan komponen kualitatif (seperti tuntutan hukum) ,bahkan menurut SEC setiap kejadian yang terjadi dengan tiba-tiba yang dapat mempengaruhi posisi keuangan harus diungkkapkan secara khusus (GAAP,1998:42) untuk membantu para pengguna laporan tahunan. Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu:
1.     Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
            Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.
            Menurut PSAK nomor 1 Ayat 74, informasi mengenai manajemen dan shareholders yang meliputi susunan nama anggota direksi dan komisaris merupakan mandatory disclosure (pengungakapan wajib). Begitu pula halnya dengan latar belakang perusahaan yang meliputi tujuan perusahaan dan bidang usaha utama perusahaan (ruang lingkup) merupakan mandatory disclosure (pengungkapan wajib). Apabila sebuah perusahaan memberikan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) secara sekaligus, berarti perusahaan tersebut memberikan pengungkapan secara penuh (full disclosure). Pengungkapan penuh (full disclosure) harus mengungkapkan :
a.        Prinsip pengungkapan penuh, yaitu peningkatan persyaratan pelaporan dan pengungkapan diferensial.
b.       Catatan atas laporan keuangan, mengenai kebijakan akuntansi dan catatan- catatan umum.
c.        Masalah pengungkapan, yang terdiri dari pengungkapan transaksi atau peristiwa khusus, peristiwa selain tanggal neraca, perusahaan yang terdiversifikasi, dan laporan intern.
d.       Laporan auditor dan manajemen.
e.        Masalah pelaporan masa berjalan, yaitu pelaporan tentang penjualan dan proyeksi, pelaporan keuangan melalui internet untuk pilihan akuntansi dan pelaporan.
Full disclosure principle  mengharuskan pengungkapan semua keadaan  dan kejadian yang membuat suatu perbedaan pada pengguna laporan ”(Weygandt, Kieso &Kimmel, 199,p.526). Pada kenyataannnya banyak  perusahaan berusaha membatasi tingkat pengungkapan dari laporan tahunan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan manajeman akan adanya free riding , dimana  adanya pihak tertentu yang memanfaatkan informasi yang potensial untuk tujuan kurang baik bagi perusahaan yang bersangkutan lagi pula bila dilihat dari sisi biaya , penyediaan informasi tambahan memerlukan biaya yang tidak sedikit , dan biasanya keuntungan dari adanya informasi itu sendiri lebih rendah dari biaya yang dibutuhkan, sebaliknya pembatasan tingkat pengungkapan dapat menyebabakan asimetri informasi, dimana salah satu pihak dalam hal ini manajemen perusahaan memiliki informasi lebih banyak dari pihak  lain.  Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan batasan-batasan tingkat pengungkapan suatu perusahaan tidaklah mudah.

2.     Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang tidak diwajibkan oleh  Bapepam, dengan kata lain pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan.Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu:
a.       Adequate disclosure (pengungkapan cukup)
b.      Fair disclosure (pengungkapan wajar)
c.       Full disclosure (pengungkapan penuh)
Menurut Alan Levinsohn (2001), pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dibagi mejadi 5 kategori, yaitu :
1.   Data bisnis, Meliputi operasi operasi dan pengukuran kinerja level atas
2.  Analisis manajemen mengenai data bisnis, Meliputi alasan-alasan perubahan pada operasi perubahan serta mencantumkan data yang terkait serta dampak trend bisnis pada perusahaan
3.   Forward looking information, Meliputi peluang, resiko dan termasuk rencana-rencana manajemen
4.  Informasi mengenai manajemen dan shareholders, Meliputi informasi mengenai direktur, manajemen, dan pemegang saham
5. Latar belakang perusahaan,Meliputi tujuan perusahaan dan ruang lingkup perusahaan.
Purnomosidhi (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan suatu framework untuk kepentingan pengungkapan sukarela berdasarkan informasi  yang dibutuhkan investor yang didasari oleh Laporan Jenkin (AICPA 1994), yaitu :
a.       Data keuangan dan non keuangan
b.      Analisis data keuangan dan non keuangan
c.       Informasi yang berorientasi pada masa depan
d.         Informasi tentang manajer dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan
e.       Latar belakang perusahaan
f.        Dimensi modal intelektual
Special commite on financial reporting (AICPA), mengindikasikan  bahwa para pemakai mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda, dan tidak semua perusahaan harus melaporkan seluruh unsur informasi. Untuk itu untuk memenuhi kebutuhan pemakai yang berubah-ubah, pelaporan harus :
1.      Menyediakan informasi yang lebih mengacu kemasa depan tentang perencanaan, peluang/kesempatan, resiko dan ketidak pastiaan.
2.      Memusatkan perhatian pada faktor-faktor yang menciptakan nilai yang bersifat jangka panjang, termasuk ukuran nonkeuangan yang menunjukkan bagaimana proses bisnis kunci berjalan.
3.      Menyesuaikan dengan lebih baik antara informasi yang dilaporkan untuk pihak eksternal dengan informasi yang dilaporkan secara internal.

B.    Pengukuran Tingkat Pengungkapan
Pengukuran tingkat pengungkapan menggunakan indeks pengungkapan. Penelitian terdahulu yang menggunakan indeks pengungkapan untuk mengukur tingkat pengungkapan perusahaan dibagi dalam dua kelompok, yaitu penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan penelitian yang menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan. Kedua jenis indeks pengungkapan ini dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti atau dikembangkan lembaga tertentu. Dari beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang pengungkapan wajib menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan, sedangkan penelitian tentang pengungkapan sukarela terbagi menjadi dua kelompok yaitu, menggunakan indeks pengungkapan tanpa pembobotan dan menggunakan indeks pengungkapan dengan pembobotan.

1.     Kualitas Laba
Laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsi (perceived noise) didalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin,2003) dalam Sekar (2004), sedangkan Ayres (1994) menyatakan bahwa laba akuntansi dikatakan berkualitas apabila elemen-elemen yang membentuk laba tersebut dapat diinterprestasikan dan dipahami secara memuaskan oleh pihak yang berkepentingan. Conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, earnings quality indicator (Q-score) untuk menghitung tingkat konservatisme laporan rugi laba, dan earnings Response Coefficient (ERC) merupakan ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. Pada penelitian ini kualitas laba diukur dengan menggunakan ERC, karena pada penelitian-penelitian dipasar modal, untuk mengukur besarnya reaksi pasar terhadap informasi laba digunakan ERC.
Beberapa peneliti telah mengukur kualitas laba dengan ERC antara lain Balsam et al (2003), Teoh dan Wong (1993), Fan dan Wong (2003), Choi dan Jeter (1990) dan Warfield et al (1998). Lev (1989), Bandyopadhyay (1994), Sekar (2004), Agung (2005), Gideon (2005), menyatakan bahwa besaran ERC menunjukkan kualitas earnings perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas. Sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari rendahnya ERC, menunjukkan laba yang dilaporkan kurang atau tidak berkualitas.ERC dari setiap sekuritas berbeda-beda besarannya karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ERC. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi ERC seperti persistensi laba (Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijweski,1989), risiko sistematis (Collins dan Kothari ,1989), pertumbuhan perusahaan (Collins dan Kothari ,1989), struktur modal (Dhaliwal et al ,1991; Biddle dan Seow ,1991; Kim et al,2000) , besaran perusahaan (Easton dan Zmijweski,1989; Chaney dan Jeter,1991; Baginski,1999) .

Sumber :
1.       Murni, Siti Aisah, 2004. Pengaruh Luas Pengungkapan Sukarela Dan Asimetri Informasi terhadap cost of capital pada perusahaan publik di indonesia. Jurnal Riset  Akuntansi di indonesia , Vol 7 no 2
2.       Kieso, Donald. E., Weygant, J.2005, Akuntansi Intermediate, Edisi Sebelas , Jilid III, Erlangga, Jakarta
3.       Parnomosidi, Bambang , 2006. Praktik Pengungkapan Modal Intelektual Pada Perusahaan Publik Di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,  Vol 9 no 1
4.       Anggraini, Vita, 2007. “ Pengaruh Tingkat Disclosure dan Nilai Pasar Ekuitas Terhadap Biaya Ekuitas”, Skripsi, Universitas  Kristen  Petra, Surabaya.